detikNews
Foto: AFP
"Jaraknya kurang dari 74.000 km, 2 kali dari jarak satelit geo stasioner," kata Peneliti Utama Astronomi-Astrofisika LAPAN Thomas Djamaluddin kepada detikcom, Senin (9/3/2009).
Namun Thomas meminta masyarakat tidak perlu khawatir. Asteroid tersebut masih berada dalam jarak aman.
"Melintas saja karena dekat, setelah itu menjauh lagi. Kemungkinan tidak akan bertubrukan dalam waktu seabad lagi," jelasnya.
Peristiwa tubrukan asteroid, kata Thomas, sebelumnya pernah terjadi 65 juta tahun yang lalu. Pada saat itu, tumbukan terjadi di Semenanjung Yukatan, Meksiko, yang diduga menjadi penyebab musnahnya dinosaurus dari muka bumi.
"Yang kedua seabad lalu, ada pecahan komet ENCKE yang jatuh di Siberia. Hal ini menyebabkan lubang sebesar Jawa Barat," tambahnya.
Untuk asteroid kali ini, Thomas mengaku tidak terlalu khawatir. Seandainya jatuh ke bumi pun dampaknya tidak akan terlalu besar.
"Kemungkinan hanya mengganggu jaringan satelit di bumi saja," pungkasnya.
(mad/nrl)
sumber :http://.detik.com
Pelajaran dari Tunguska dan Ancaman 2126
Posted on Oktober 16, 2009 by wong ndeso
Ledakan
luar biasa 100 tahun lalu di sekitar sungai Tunguska, Siberia Tengah,
Rusia, pada pukul 07.17 pagi masih misteri. Ledakan mahadahsyat lainnya
terjadi 65 juta tahun lalu yang diduga menyebabkan punahnya Dinosaurus.“Kalau mau tahu ledakan yang lebih besar lagi itu pada 65 juta tahun lalu di Semanjung Yukatan, Meksiko,” kata Peneliti Utama Astronomi dan Astrofisika, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, kepada VIVAnews, Kamis, 15 Oktober 2009.
Menurut pria yang disapa Djamaluddin ini, ledakan di Yukatan itu diduga kuat disebabkan meteorit yang sangat besar.
Akibatnya, debu-debu ledakan itu menutupi langit di seluruh dunia. “Itu diduga menjadi penyebab punahnya dinosaurus,” ujar dia.
Dalam tulisan yang sudah dipublikasikan Djamaluddin, ledakan di Yukatan itu disebabkan oleh sebuah asteroid yang ditaksir berukuran sekitar 10 kilometer seberat satu triliun ton.
Ledakan yang sangat luar biasa ini menyebabkan terbentuknya kawah raksasa berdiameter 180 km (hampir sebesar Jawa Barat). Itu juga menyebabkan gelombang raksasa di laut Karibia.
Belajar dari peristiwa di Semenanjung Yukatan, para ilmuwan telah pula menaksir dampak perang nuklir. Ambisi manusia pun bisa menyebabkan kepunahan seperti pada peristiwa Yukatan itu.
Energi ledakan bila terjadi perang nuklir memang jauh lebih kecil daripada energi ledakan akibat asteroid atau komet menabrak bumi. Tetapi asap dan jelaga yang ditimbulkan dari kebakaran seratus kota dan hutan akan setara dengan dampak debu pada peristiwa Yukatan.
Bila itu terjadi, akan timbullah “musim dingin nuklir” (nuclear winter) yang mungkin memusnahkan sebagian besar kehidupan di Bumi. Kini perang nuklir nampaknya mulai bisa diredam.
Namun ada ancaman komet Swift-Tuttle yang diperhitungkan akan menabrak Bumi pada 2126. Walaupun itu masih lama, para astronom berusaha memantau pergerakan si komet.
Perhitungan orbit yang lebih teliti diperlukan sebelum memastikan benar tidaknya komet Swift-Tuttle mengancam Bumi. Bila benar akan menabrak Bumi, mungkin manusia generasi mendatang mesti menyiapkan penangkal yang
ampuh.
Barangkali senjata nuklir akan digunakan untuk menghancurkan komet itu di angkasa luar sebelum menabrak Bumi.
Manusia harus lebih arif memanfaatkan nuklir untuk mencegah nuclear winter dan sekaligus impact winter.
sumber : vivanews.com
Rusia Coba Hindarkan Tumbukan Asteroid
Restia Juwita31/12/2009 18:20
Liputan6.com, Moskow: Kumpulan asteroid besar dikabarkan akan melintas dekat bumi pada 2030 mendatang. Kepada Voice of Russia, Kamis (31/12), Kepala Badan Antariksa Rusia (Roscosmos) Anatoly Perminov mengatakan pihaknya akan mengadakan pertemuan tertutup. Terutama, membahas pengalihan asteroid yang lewat di dekat bumi pada 2030.Pada Oktober silam, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengatakan bahwa ada satu dari 250.000 asteroid apophis kemungkinan menabrak bumi pada 2036. Perhitungan sebelumnya pun menunjukkan peluang satu dari 45.000 asteroid. Dan sebuah asteroid diperkirakan mendekati bumi dengan jarak sekitar 30.000 kilometer pada 2029.
Perminov memberikan sedikit detail dari setiap rencana. Hanya saja, menurut dia, untuk sebuah solusi tidak akan memerlukan penggunaan senjata nuklir.
Skema lain yang telah dikemukakan di masa lalu untuk pengalihan tabrakan asteroid termasuk kursus pesawat ruang angkasa yang mendorong ruang batuan keluar dari lintasan melalui kekerasan. Atau mengalihkan asteroid dengan "layar matahari", yakni menggunakan partikel angin yang dikeluarkan dari matahari.
"Nyawa orang-orang menjadi taruhan," kata Perminov. "Kita harus membayar beberapa ratus juta dolar dan membangun sebuah sistem yang akan memungkinkan kami untuk mencegah tabrakan ketimbang duduk dan menunggu hal itu terjadi dan membunuh ratusan ribu orang."(RST/ANS)
Awas! Ada Asteroid Menuju Bumi
Kamis, 31 Desember 2009 | 09:36 WIB
UH/IA
Asteroid Apophis pertama kali ditemukan 19 Juni 2004.
TERKAIT:
KOMPAS.com —
Bumi mungkin terancam oleh asteroid besar dan mungkin diperlukan kapal
antariksa untuk membelokkan trayeknya, begitulah pernyataan Kepala Badan
Antariksa Rusia Anatoly Perminov, Rabu (30/12/2009).
Anatoly Perminov menyatakan bahwa Badan Antariksa Rusia akan segera mengadakan pertemuan untuk mempertimbangkan misi ke Apophis, asteroid yang mengancam Bumi tersebut, demi menunda kiamat.
Perminov mengatakan di radio bahwa kalau proyek ini sudah disetujui, dia akan mengundang NASA, Badan Antariksa Uni Eropa, Badan Antariksa China, dan pihak lainnya untuk bergabung.
Berita ini mengejutkan Badan Antariksa Amerika Serikat yang berpendapat bahwa ancaman jatuhnya bongkahan batu yang kira-kira berukuran 270 meter itu ke Bumi pada 2029 kemungkinannya cuma 1 per 37, jadi kemungkinan besar tak akan terjadi.
NASA lebih berpendapat bahwa asteroid itu akan melewati Bumi, dan masih akan ada jarak aman sekitar 28.968 km.
Namun, ada kemungkinan sangat kecil bahwa Apophis bisa menabrak Bumi pada 2035 walaupun sekali lagi kemungkinan ini yang tadinya 1 per 45.000 telah dihitung kembali dan mengecil jadi 1 per 250.000.
Namun, Perminov bersikeras bahwa asteroid itu adalah ancaman. Dia tak memberi detil jelas tentang bukti kemungkinan terjadinya tumbukan, tapi dia mengatakan bahwa dia telah diberi tahu para ilmuwan bahwa asteroid itu makin dekat.
"Saya tak ingat pastinya, tapi sepertinya (asteroid itu) bisa menabrak Bumi pada 2032," tuturnya. "Keselamatan banyak orang taruhannya. Kita harus mengalokasikan beberapa ratus juta dolar dan membangun sistem untuk mencegah terjadinya tabrakan daripada berdiam diri menunggu bencana terjadi dan matinya ratusan ribu orang."
Para ilmuwan telah lama mengemukakan berbagai teori strategi untuk membelokkan asteroid.
Ada yang mengusulkan mengirimkan semacam satelit untuk mengorbiti asteroid itu agar perlahan-lahan trayeknya berubah. Ada juga yang mengusulkan mengirim pesawat antariksa untuk menabrak asteroid itu sehingga momentumnya berubah atau menggunakan senjata nuklir untuk menembaknya.
Perminov tak mengumumkan detil apa-apa tentang proyek itu karena menurutnya masih banyak hal yang harus dipikirkan dulu. Namun, dia mengatakan bahwa misi itu tak akan memakai senjata nuklir.
Film Hollywood Deep Impact dan Armageddon telah menggambarkan misi antariksa untuk mencegah bencana Bumi ditabrak benda ruang angkasa. Di kedua film itu para awak kapal memakai senjata nuklir untuk mencegah tabrakan.
"Menurut perhitungan masih sempat dibuat suatu pesawat antariksa khusus yang bisa mencegah tumbukan tanpa menghancurkan asteroid itu dan tanpa meledakkan senjata nuklir apa pun," kata Perminov, "Ancaman tumbukan bisa dihindari."
Boris Shustov, Kepala Institut Astronomi milik Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, menyambut pernyataan Perminov sebagai tanda bahwa para petinggi akhirnya menyadari ancaman asteroid secara umum.
"Apophis hanyalah contoh, masih banyak benda-benda ruang angkasa lain yang tak kita ketahui," dia menyatakan pada kantor berita RIA Novosti.
Anatoly Perminov menyatakan bahwa Badan Antariksa Rusia akan segera mengadakan pertemuan untuk mempertimbangkan misi ke Apophis, asteroid yang mengancam Bumi tersebut, demi menunda kiamat.
Perminov mengatakan di radio bahwa kalau proyek ini sudah disetujui, dia akan mengundang NASA, Badan Antariksa Uni Eropa, Badan Antariksa China, dan pihak lainnya untuk bergabung.
Berita ini mengejutkan Badan Antariksa Amerika Serikat yang berpendapat bahwa ancaman jatuhnya bongkahan batu yang kira-kira berukuran 270 meter itu ke Bumi pada 2029 kemungkinannya cuma 1 per 37, jadi kemungkinan besar tak akan terjadi.
NASA lebih berpendapat bahwa asteroid itu akan melewati Bumi, dan masih akan ada jarak aman sekitar 28.968 km.
Namun, ada kemungkinan sangat kecil bahwa Apophis bisa menabrak Bumi pada 2035 walaupun sekali lagi kemungkinan ini yang tadinya 1 per 45.000 telah dihitung kembali dan mengecil jadi 1 per 250.000.
Namun, Perminov bersikeras bahwa asteroid itu adalah ancaman. Dia tak memberi detil jelas tentang bukti kemungkinan terjadinya tumbukan, tapi dia mengatakan bahwa dia telah diberi tahu para ilmuwan bahwa asteroid itu makin dekat.
"Saya tak ingat pastinya, tapi sepertinya (asteroid itu) bisa menabrak Bumi pada 2032," tuturnya. "Keselamatan banyak orang taruhannya. Kita harus mengalokasikan beberapa ratus juta dolar dan membangun sistem untuk mencegah terjadinya tabrakan daripada berdiam diri menunggu bencana terjadi dan matinya ratusan ribu orang."
Para ilmuwan telah lama mengemukakan berbagai teori strategi untuk membelokkan asteroid.
Ada yang mengusulkan mengirimkan semacam satelit untuk mengorbiti asteroid itu agar perlahan-lahan trayeknya berubah. Ada juga yang mengusulkan mengirim pesawat antariksa untuk menabrak asteroid itu sehingga momentumnya berubah atau menggunakan senjata nuklir untuk menembaknya.
Perminov tak mengumumkan detil apa-apa tentang proyek itu karena menurutnya masih banyak hal yang harus dipikirkan dulu. Namun, dia mengatakan bahwa misi itu tak akan memakai senjata nuklir.
Film Hollywood Deep Impact dan Armageddon telah menggambarkan misi antariksa untuk mencegah bencana Bumi ditabrak benda ruang angkasa. Di kedua film itu para awak kapal memakai senjata nuklir untuk mencegah tabrakan.
"Menurut perhitungan masih sempat dibuat suatu pesawat antariksa khusus yang bisa mencegah tumbukan tanpa menghancurkan asteroid itu dan tanpa meledakkan senjata nuklir apa pun," kata Perminov, "Ancaman tumbukan bisa dihindari."
Boris Shustov, Kepala Institut Astronomi milik Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, menyambut pernyataan Perminov sebagai tanda bahwa para petinggi akhirnya menyadari ancaman asteroid secara umum.
"Apophis hanyalah contoh, masih banyak benda-benda ruang angkasa lain yang tak kita ketahui," dia menyatakan pada kantor berita RIA Novosti.
Target NASA Selanjutnya: Venus, Bulan & Asteroid
Selasa, 5 Januari 2010 - 08:02 wib
NASA akan tentukan pilihan untuk fokus studi Venus, Bulan atau asteroid (Foto: CNet)
WASHINGTON
- Ada tiga target yang menjadi opsi NASA dalam eksplorasi ilmiah di
masa depan. Tiga target yang akan dipilih NASA tersebut adalah Venus,
Bulan dan asteorid.
Ketiga area merupakan hasil akhir pilihan
yang telah dirumuskan untuk membantu para agen penelitian luar angkasa
menentukan, dimana mereka harus mencurahkan waktu dan dana mereka dalam
mendapatkan ilmu paling berharga mengenai sistem tata surya.
Hal
ini merupakan bagian dari program New Frontiers NASA yang telah memiliki
dua misi yang tengah digarap. Misi pertama adalah New Horizons, yaitu
mengirimkan pesawat luar angkasa yang saat ini tengah menuju Pluto dan
sejauh ini telah mengirimkan citra yang terlihat dari Jupiter. Yang
kedua, disebut dengan misi Juno, yaitu survei tentang Jupiter berskala
besar yang akan diluncurkan pada 2011.
Seperti dilansir CNet,
Selasa (5/12/2009), untuk misi yang ketiga, terlebih dahulu harus
ditentukan mana di antara ketiga pilihan, yaitu Venus, Bulan dan
asteroid yang akan menjadi fokus penelitian.
Apabila telah
ditentukan pilihan, NASA akan mengucurkan dana sekira USD3,3 juta untuk
tiap-tiap misi yang digarap. Dengan demikian, mereka bisa melakukan
studi jangka panjang untuk merencanakan misi, biaya, manajemen serta
rencana teknis.
Target eksplorasi NASA di masa depan menjadi isu
yang ramai diperdebatkan sepanjang 2009 dan hingga saat ini masih terus
dibahas. (rah)
2036 Asteroid Apophis Tak Jadi Tabrak Bumi
Kamis, 8 Oktober 2009 - 17:45 wib
(Foto: BBC)
WASHINGTON -
Ada satu kabar baik dan kabar buruk bagi Bumi kita. Tumbukan antara
asteroid Apophis dan Bumi yang diperkirakan terjadi pada 2036 rupanya
bakal tidak terjadi. Namun, dampak baru dari asteroid yang sama
mengintai Bumi pada 2068 mendatang.
Peneliti asteroid dari
University of Hawaii Dr David Tholen telah memprediksi, kemungkinan
terjadinya tabrakan antara asteroid Apophis dengan Bumi pada 2036 telah
menurun dari sebelumnya 1:45.000 menjadi 1:250.000. Namun kabar
buruknya, Apophis memiliki potensi baru mengancam Bumi pada 2068.
Perkiraan
terbaru yang diperoleh berdasarkan hasil obervasi ekstensif dan
menyeluruh yang dilakukan Tholen dan timnya di Observatorium Mauna Kea.
Anggota
tim peneliti lainnya, Dr Steve Chesley dari Jet Propulsion Laboratory
di California menetapkan posisi Apophis berasal dari observasi itu.
"Solusi
orbit baru kita menunjukkan bahwa Apophis akan menjauh dari permukaan
Bumi pada 2036 sejauh 20.270 mil," kata Tholen seperti dikutip dari Times of India, Kamis (8/10/2009).
Apophis
ditemukan pada 2004 oleh Tholen dan rekan-rekannya dari University of
Arizona. Asteroid itu menjadi sering dibicarakan sejak ilmuwan
menyebutkan bahwa kemungkinan asteroid tersebut bisa menyebabkan
tumbukan dahsyat dengan Bumi. (rah)
Tumbukan Asteroid Raksasa Hujani Bumi Dengan Meteorit
Jakarta, Senin
Istimewa
Para
ilmuwan baru-baru ini menemukan suatu bukti bahwa pada masa lalu Bumi
pernah dihujani pecahan batu-batu angkasa yang meluncur memasuki
atmosfer akibat tumbukan dua asteroid raksasa.
Bukti-bukti yang
dimaksud adalah fosil pecahan meteorit yang tersebar pada lapisan tanah
lempung di berbagai wilayah di bagian selatan Swedia. Pecahan-pecahan
tersebut memiliki susunan mineral seperti yang terdapat pada asteroid.
Menurut
penelitian, butir-butir batuan seukuran kerikil itu mengandung mineral
chromite. Mineral yang mengandung sedikit besi ini berhubungan dengan
induk angkasa luarnya yang dikenal sebagai L-chondrite, artinya
batu-batuan itu kemungkinan besar memang berasal dari sana. Diperkirakan
batu-batu itu jatuh dari langit sekitar 480 juta tahun lalu.
Lebih
jauh, berdasar jumlah dan ukuran batu-batuan yang ditemukan, Birger
Schmitz, pimpinan peneliti dari Göteborg University, Swedia, memastikan
bahwa hujan meteor waktu itu 100 kali lebih sering dibanding saat ini.
Perlu diketahui, frekuensi meteorit jatuh ke bumi saat ini rata-rata
adalah satu meteorit per tahun tiap 20.000 kilometer persegi.
Tumbukan Besar
Sementara,
dilihat dari hujan bola api yang berlangsung dalam jangka waktu 5 juta
hingga 10 juta tahun, tumbukan di atas barangkali merupakan yang
terbesar dalam sejarah tata surya karena melibatkan dua benda angkasa
yang masing-masing berukuran 1.000 kilometer lebih. Saking besarnya,
sisa-sisa tumbukan tersebut masih menyumbangkan sekitar 20 persen dari
semua meteorit yang jatuh ke bumi saat ini.
Sebenarnya tumbukan
asteroid adalah suatu hal yang biasa terjadi di tata surya. Meski saat
ini peristiwa tersebut tidak terlalu sering, namun masih selalu
ditemukan di wilayah antara Mars dengan Yupiter yang merupakan sabuk
asteroid.
Bila asteroid besar menumbuk bumi secara langsung, maka
dipastikan terjadi kepunahan massal, seperti yang selama ini dipercayai
terjadi pada dinosaurus. Namun hujan batu-batu kecil selama jutaan
tahun yang terjadi mengarah pada petunjuk bahwa tumbukan terjadi di
ruang angkasa. (space/science/BBC/wsn)
FISIKA Kehancuran Bumi tahun 2053 dan tumbukan benda langit
Ma'rufin SudibyoThu, 23 Feb 2006 18:18:00 -0800
Betul,
itu hoax. Benturan antar planet terakhir di Bumi terjadi pada awal
terbentuknya tata surya, ketika semua masih serba chaotic. Benturan
proto Bumi yang masih cair panas dengan obyek sebesar Mars itulah yang
melemparkan gumpalan besar ke angkasa dan kini menjadi Bulan. Kalo
periode ulangan benturan ini kita hitung dengan persamaannya Near Earth
Object Science Definition Team 2003, benturan yang sama akan terjadi
lagi beberapa milyar tahun mendatang. Itu pun dengan syarat karakter
orbit planet besar itu sama dengan orbit asteroid2 yang eksis saat ini,
hal yang sulit dibayangkan mengingat planet2 pada umumnya berorbit
stabil : memiliki inklinasi dan eksentrisitas kecil. Terkecuali Pluto
dan 2003 UB 313, sang planet ke-10 itu. Namun status Pluto sudah menjadi
debate of decades, karena di masa kini diketahui bahwa Pluto dan 2003
UB 313 hanyalah anggota terbesar dari milyaran asteroid transneptunik
yang bergentayangan di Sabuk Kuiper, sama halnya dengan Ceres yang
superior di kalangan anggota Sabuk Asteroid. Penetapan Pluto sebagai
planet, diyakini banyak orang sebagai " kesalahan sejarah " warisan abad
ke-20, namun rasanya International Astronomical Union belum mau
'mengakui' kesalahan ini.
Kalo
soal mengiamatkan Bumi dengan benturan benda langit, itu sih tak perlu
menunggu datangnya planet besar yang nyasar. Bila kita baca makalah
bersama Owen B. Toon dkk (Owen B. Toon, Kevin Zahnle, David Morrison;
1995; Environmental Perturbations Caused by the Impact of Asteroids and
Comets; NASA Ames Research Centre; prosiding Planetary Defense Workshop
1995 di Laboratorium Nasional Lawrence Livermore California), cukup
dengan tumbukan komet/asteroid berdiameter 4 - 6,5 km, yang melepaskan
energi 1 - 10 juta megaton TNT dan menghasilkan kawah besar berdiameter
80 - 130 km, Bumi sudah kiamat akibat berlangsungnya musim dingin nuklir
disusul pemanasan global selama ribuan tahun. Selang waktu terjadinya
tumbukan itu, menurut hitungan, tiap 150 juta tahun. Dan terakhir
tumbukan itu terjadi pada 35 juta tahun silam, yang membentuk kawah
Chesapeake Bay dan kini terkubur di bawah megapolitan New York. Jadi
tenang saja, masih ada sisa waktu 115 juta tahun lagi untuk
bersenang-senang, teorinya :).
Namun
berdasar pendapat almarhum Carl Sagan, selang waktu kiamat itu
sebenarnya jauh lebih pendek. Sagan telah lama mengemukakan hipotesis
Shiva, tentang selang waktu tumbukan2 komet/asteroid besar dengan dampak
global bagi Bumi tiap 35 juta tahun sekali, dengan error beberapa juta
tahun. Contohnya, 65 juta tahun silam asteroid berdiameter 10 km jatuh
di Teluk Meksiko, membentuk kawah raksasa (kawah Chicxulub) yang
diameternya 200 km dan membuat 75 % populasi makhluk hidup musnah.
Kejadian yang sama, dalam skala lebih kecil, terulang 35 juta tahun
silam dengan terbentuknya kawah Chesapeake Bay (diameter 100 km) akibat
tumbukan asteroid berdiameter 5 km. Maka, kalo Sagan bisa dipercaya,
(seharusnya) tumbukan besar itu sudah terjadi kembali dekat2 masa
sekarang ini.
Menarik
sekali bahwa para astrogeolog sudah lama curiga bahwa tumbukan itu
sudah terjadi pada 0,7 juta tahun lalu. Tempatnya belum diketahui pasti,
namun yang jelas di kawasan Asia Tenggara, di Indocina. Jejaknya
terlihat jelas dari sebaran mineral tektit (bekuan produk tumbukan) yang
dinamakan tektit Austral-asia, yang terdistribusi dalam daerah sangat
luas mulai dari New Zealand, Australia, Asia Tenggara, Madagaskar, Cina,
hingga pedalaman Russia. Edward Chao - yang bersama almarhum Eugene M.
Shoemaker dan Nicholas M. Short di tahun 1960-an memelopori studi
perbandingan batuan di dasar kawah Meteor dan kawah2 produk ujicoba
nuklir di gurun Nevada dan memastikan bahwa kawah Meteor diproduksi oleh
aksi energi tinggi yang melepaskan tekanan superkuat, like nuclear
explosion, jauh melebihi tekanan letusan gunung berapi, dan secara alami
hanya bisa terjadi dalam tumbukan benda langit - bahkan menyamakan
sebaran tektit Austral-asia ini dengan sebaran lapisan tipis lempung
hitam yang terjepit di antara sedimen zaman Kapur dan Tersier, jejak
dari tumbukan asteroid 65 juta tahun silam.Khusus di Indocina, tektit
itu tidaklah kecil2 dan ringan, namun berat dengan struktur berlapis,
disebut tektit Muong Nong. Model2 aerodinamika pembentukan tektit
menunjukkan bahwa tektit Munong Nong tidak akan terlontar jauh dari
sumbernya. Hal ini menarik sekali, karena salah satu satelit NASA - yang
mengamati variasi tinggi muka air laut - di tahun 1988 mendeteksi
adanya anomali di lepas pantai Vietnam, di perairan Laut Cina Selatan,
pada koordinat kasar 13deg LU 110deg BT dan hanya berjarak beberapa
puluh / ratus kilometer saja dari lokasi singkapan2 tektit Muong Nong.
Anomali itu diterjemahkan sebagai adanya " depresi bulat " berdiameter
100-an km di dasar laut. Mungkin inilah kawah itu, hanya saja belum
diselidiki lebih lanjut, dan akan sangat menarik jika kemudian dikaitkan
dengan nasib Homo erectus, yang menurut para arkeolog pada saat itu
sudah mulai tersebar di Asia tenggara.
Asteroid yang Jatuh di Bone, 8 Oktober 2009
Ma'rufin Sudibyo - suaraPembaca
/is
Jakarta
- Sebenarnya dari awal sudah kelihatan jelas bahwa ledakan di Bone
Sulawesi Selatan pada 8 Oktober 2009 lalu disebabkan oleh masuknya benda
langit yang kemudian berubah menjadi meteor besar. Atau dalam
terminologi astronomi dinamakan fireball.
Fireball ini sejenis meteor namun mempunyai kecemerlangan cukup besar sehingga melampaui kecemerlangan planet Venus atau memiliki magnitude visual melebihi -4 (minus 4) sehingga ia bisa terlihat dengan jelas di siang bolong. Jika kecemerlangannya sangat tinggi sehingga menyamai atau melebihi kecemerlangan cahaya Bulan pada fase purnama maka fireball itu dinamakan superfireball atau bolide dalam istilah geolog.
Nah, mengapa ledakan Bone dengan mudah bisa dipastikan sebagai fireball? Indikasinya sederhana. Ada cahaya di langit yang diikuti dengan jejak asap lurus yang kemudian berkelok-kelok. Jejak asap lurus ini biasa diistilahkan sebagai "train" dan muncul akibat kondensasi partikel-partikel yang dihamburkan dari permukaan fireball akibat suhu tinggi saat bergesekan dengan molekul-molekul atmosfer Bumi.
Kondensasi ini membentuk awan khas pada ketinggian lebih kurang 60 km. Awan jenis ini juga
yang teramati misalnya dalam kejadian fireball Tagish Lake (Januari 2000) di Canada, ataupun fireball asteroid 2008 TC3 (Oktober 2008) di Sudan.
Awan itu diikuti dengan suara bergemuruh yang menunjukkan tanda-tanda dentuman sonik (sonic boom). Suara ini terjadi akibat melintasnya sebuah obyek dengan kecepatan melebihi kecepatan suara. Ada 3 - 4 dentuman sonik yang terjadi sehingga terdapat kesan ada 3 - 4 obyek yang melintas.
Dengan hanya satu jejak asap yang terlihat sementara ada 3 - 4 obyek di dalamnya mengesankan bahwa fireball tersebut berukuran besar sehingga terfragmentasi (terpecah belah) pada ketinggian tertentu di atmosfer. Fragmentasi ini membuat terjadinya konversi dari energi fireball menjadi energi akustik (suara). Efisiensi konversi tersebut secara rata-rata hanya sebesar 0,1%.
Dentuman sonik itu diikuti dengan getaran di tanah (ground shaking). Ini fenomena yang hanya bisa disebabkan oleh fireball sehingga bisa menjadi penanda. Getaran di tanah disebabkan oleh konversi energi akustik menjadi energi seismik sehingga membentuk gelombang permukaan (alias gelombang Rayleigh) yang kemudian menjalar ke segenap arah.
Gelombang Rayleigh itu memang identik dengan gelombang gempa bumi. Terkecuali jikalau kita melihat rekaman seismogram dan akan terbuktikan bahwa rekaman seismogramnya sedikit berbeda dengan rekaman seismogram gempa bumi pada umumnya karena tidak didahului dengan rekaman gelombang P (primer) atau gelombang S (sekunder).
Gelombang Rayleigh ini penjalarannya lambat dan panjang gelombangnya besar. Dalam seismologi gelombang ini dikenal sebagai gelombang perusak karena dialah yang sebenarnya berperan penting dalam kerusakan permukaan Bumi akibat gempa. Nah, konversi energi akustik ke energi seismik tersebut secara rata-rata berkisar antara 0,01 - 0,00001%.
Dengan konversi sekecil itu dan sifatnya cascade (bertingkat) yakni dari energi awal ke energi akustik dan dari energi akustik ke energi seismik maka dibutuhkan energi awal yang cukup besar dan itu hanya dimiliki oleh fireball. Manuver pesawat supersonik, jatuhnya sampah antariksa, maupun gerakan roket sekali pun takkan sanggup menciptakan fenomena itu karena kecilnya energi awal (energi kinetik) mereka.
Analisis infrasonik dari 12 stasiun infrasonik dilengkapi microbarometer di sekitar Indonesia dalam jejaring pemantauan CTBT (Comprehensive Test Ban Treaty) atau jaringan stasiun pemantau uji coba nuklir atmosferik yang berada dalam pengawasan PBB menunjukkan ledakan Bone merupakan fireball dengan energi 60 kiloton TNT atau 3 kali lipat lebih dahsyat ketimbang bom Hiroshima.
Jika menggunakan basis kecepatan rata-rata meteor yang jatuh ke Bumi sebesar 20,3 km/detik (73.000 km/jam) maka fireball ini semula merupakan asteroid dengan massa 1.200 ton dan berdiameter 6,6 - 9,2 meter. Bergantung apakah asteroid tersusun oleh besi (siderit, densitas 8 g/cc) atau batuan (kondritik atau karbon kondiritik atau akondrit, dengan densitas 3 g/cc).
Ketika memasuki atmosfer Bumi ia memiliki kecemerlangan sebesar -13,3 alias 1,66 kali lipat lebih terang dibanding Bulan purnama. Sehingga, andaikata fireball Bone ini jatuhnya pada malam hari penduduk Bone dan sekitarnya akan melihat langit terang benderang dalam sekejap melebihi terangnya Bulan.
Fireball ini dipastikan mengalami fragmentasi pada ketinggian rendah ditandai dengan rasio konversi energi akustik ke seismik yang berharga sekitar 0,01% sehingga BMKG sempat merekam getaran seismiknya sebagai gempa dengan magnitude (surface magnitude) 1,9 skala Richter yang semula sempat dikacaukan dengan aktivitas patahan Saddang (yang kebetulan ada didekatnya). Dan, dengan magnitude visual yang melebihi limit -8 hingga -10, maka fireball ini besar kemungkinannya masih menyisakan diri setelah menembus atmosfer dan jatuh sebagai meteorit.
Meteorit tersebut kemungkinan jatuh di daerah pantai atau pesisir perbatasan Bone dan Wajo. Kalkulasi sangat kasar menunjukkan massa meteorit tersebut mungkin sekitar 800 kg dan jatuh menumbuk Bumi dengan kecepatan 0,2 km/ detik sehingga melepaskan energi sebesar 0,004 kiloton TNT sehingga akan membentuk cekungan (kawah).
Jika titik jatuhnya di laut meteorit ini juga berpotensi membentuk gelombang pasang (tsunami), namun lemah, karena jika diasumsikan bahwa energi tumbukannya adalah 0,004 kiloton TNT, kedalaman laut tempat titik tumbukan adalah 10 meter dan titik tumbuk berjarak 100 m dari pantai, maka di pantai terdekat gelombangnya setinggi 1 meter.
Namun, pada jarak 1 km dari titik tumbuk gelombangnya sudah menyusut jauh menjadi tinggal 10 cm. Sehingga, dampaknya tidak signifikan. Belum ada konfirmasi apakah gelombang pasang tersebut memang terjadi. Khususnya dari stasiun-stasiun pemantauan pasang surut yang ada di dekatnya.
Rata-rata setiap 5 tahun sekali fireball berdiameter ~10-an meter ini jatuh ke Bumi.
Namun, statistik menunjukkan hanya 2 % saja yang masih menyisakan meteorit berukuran
besar dan membentuk kawah tumbukan di permukaan Bumi.
Misalnya dalam kejadian terbentuknya kawah meteorit Wabar (di dekat kota Riyadh, Saudi Arabia) 150 tahun silam yang membentuk kawah bergaris tengah 120 meter, atau pun terbentuknya kawah meteorit Sikhote-Alin (di dekat kota Wladiwostok, Rusia Timur) yang terdiri dari 100 kawah dengan diameter kawah terbesar 27 meter pada 1947.
Terakhir kejadian yang mirip terjadi di dekat Danau Titicaca Carancas (Peru) pada 15 September 2007, yang membentuk kawah bergaris tengah 14 meter. Kejadian fireball signifikan terakhir kali terjadi tepat setahun silam. Ketika asteroid 2008 TC3 terdeteksi oleh jejaring pemantau benda langit hanya 37 jam sebelum jatuh ke wilayah Sudan. Ini merupakan asteroid pertama yang berhasil dilacak jejaknya sebelum jatuh.
Untuk fireball Bone sayangnya tidak ada jaringan teleskop pemantau seperti LINEAR, LONEOS, NEAT, dan lain-lain yang melaporkan pendeteksiannya sebelum ia memasuki atmosfer Bumi, Demikian juga tidak ada satelit seperti METEOSAT atau pun satelit milik Pentagon yang melaporkan kejadiannya ketika ia mulai masuk ke atmosfer.
Mendeteksi obyek dengan diameter -10 meter memang masih sangat sulit untuk resolusi jaringan teleskop pemantau asteroid/ meteoroid dekat Bumi tersebut. Sampai saat ini akurasi pemantauan masih bertahan pada limit 30 meter. Meski dalam kasus asteroid 2008 TC3 pemantauan berhasil dilakukan meski diameter asteroid hanya dalam rentang 2 - 4 meter.
Nah, apa arti kejadian ini. Sebenarnya frekuensi kejadian fireball cukup sering terjadi di Bumi. Statistik menunjukkan tiap 20 jam sekali sebuah fireball terjadi di Bumi. Namun, karena 80% permukaan Bumi adalah laut --kita yang ada di daratan, memiliki peluang yang kecil untuk melihat fireball. Rata-rata tiap 5 tahun sekali obyek dengan diameter -10 m itu masuk ke atmosfer Bumi dan sejauh ini selalu terjadi di daerah yang jauh dari pusat pemukiman.
Beberapa pakar astrofisika mengkhawatirkan dampak asteroid kecil semacam ini. Namun, secara statistika sebenarnya peluangnya untuk jatuh ke pusat pemukiman manusia di Bumi ini cukup kecil. Sehingga, tidak perlu banyak dikhawatirkan.
Ma'rufin Sudibyo
Jl Nanas C-4 Jadimulya Gunungjati Cirebon
marufins@yahoo.com
0817727823
Asteroid Pembunuh Dinosaurus
Selasa, 11 September 2007 | 20:42 WIB
TEMPO Interaktif, COLORADO:
Sampai saat ini, astronom telah mengetahui lebih dari 40 keluarga asteroid, pecahan dari tubuh yang lebih besar, dan menghitung kapan ledakan itu terjadi. Namun, mereka belum berhasil menemukan asteroid mana yang bertanggung jawab atas kepunahan besar tersebut.
Dinosaurus, baik besar maupun kecil, pernah menguasai bumi sedikitnya 120 juta tahun sampai periode Cretaceous. Kemudian mereka menghilang dalam beberapa ribu tahun, sesuai dengan bukti fosil, ketika periode Tertiary dimulai sekitar 65 juta tahun lalu.
Menghilangnya dinosaurus adalah misteri sampai 30 tahun lalu, yakni ketika Walter Alvarez, ahli geologi di University of California-Berkeley, dan ayahnya, Luis, menemukan penyebabnya. Mereka menyatakan sebuah obyek tak dikenal dari antariksa menghantam bumi dan menimbulkan kawah besar di kerak bumi di pesisir Yucatan, Meksiko, dan menyebarkan pecahannya dalam bentuk unsur langka yang disebut iridium.
Teori ini amat kontroversial. Tapi seiring dengan bergulirnya waktu, mulai mendulang dukungan. Penemuan kawah besar yang disebut Chicxulub dekat Yucatan Peninsula, ditambah iridium dan pecahan mirip kaca ribuan kilometer di sekeliling kawah itu, memperkuat ide itu.
Bukti yang mendukung teori tersebut bertambah dengan penemuan David Nesvorny dan rekannya dari Southwest Research Institute di Bouklder, Colorado, Amerika Serikat. Pada awal tahun ini, mereka berhasil mengidentifikasi kelompok baru yang mereka namakan keluarga Baptistina, sesuai dengan nama asteroid terbesar kelompok itu, yang besarnya mencapai 40 kilometer. Asteroid pembunuh dinosaurus ada kemungkinan adalah anggota yang hilang dari keluarga ini, yang terbentuk akibat tumbukan di bagian dalam sabuk asteroid itu pada 160 juta tahun lampau.
Tim Nesvorny sudah memperhitungkan bahwa asteroid sebesar 10 kilometer itu telah bertubrukan dengan bumi. Asteroid tersebut adalah satu dari 300 pecahan batu induk yang aslinya mencapai 170 kilometer. Pecahan lainnya kemungkinan besar menabrak Venus dan bertanggung jawab atas terbentuknya formasi Tycho, kawah termuda di bulan.
Komposisi Baptistina ini juga cocok dengan pecahan yang ditemukan di bumi. Para ilmuwan itu juga menghitung kemungkinan adanya asteroid lain yang menabrak bumi kurang dari 10 persen.
Asteroid yang Jatuh di Bone, 8 Oktober 2009
Ma'rufin Sudibyo - suaraPembaca
/is
Fireball ini sejenis meteor namun mempunyai kecemerlangan cukup besar sehingga melampaui kecemerlangan planet Venus atau memiliki magnitude visual melebihi -4 (minus 4) sehingga ia bisa terlihat dengan jelas di siang bolong. Jika kecemerlangannya sangat tinggi sehingga menyamai atau melebihi kecemerlangan cahaya Bulan pada fase purnama maka fireball itu dinamakan superfireball atau bolide dalam istilah geolog.
Nah, mengapa ledakan Bone dengan mudah bisa dipastikan sebagai fireball? Indikasinya sederhana. Ada cahaya di langit yang diikuti dengan jejak asap lurus yang kemudian berkelok-kelok. Jejak asap lurus ini biasa diistilahkan sebagai "train" dan muncul akibat kondensasi partikel-partikel yang dihamburkan dari permukaan fireball akibat suhu tinggi saat bergesekan dengan molekul-molekul atmosfer Bumi.
Kondensasi ini membentuk awan khas pada ketinggian lebih kurang 60 km. Awan jenis ini juga
yang teramati misalnya dalam kejadian fireball Tagish Lake (Januari 2000) di Canada, ataupun fireball asteroid 2008 TC3 (Oktober 2008) di Sudan.
Awan itu diikuti dengan suara bergemuruh yang menunjukkan tanda-tanda dentuman sonik (sonic boom). Suara ini terjadi akibat melintasnya sebuah obyek dengan kecepatan melebihi kecepatan suara. Ada 3 - 4 dentuman sonik yang terjadi sehingga terdapat kesan ada 3 - 4 obyek yang melintas.
Dengan hanya satu jejak asap yang terlihat sementara ada 3 - 4 obyek di dalamnya mengesankan bahwa fireball tersebut berukuran besar sehingga terfragmentasi (terpecah belah) pada ketinggian tertentu di atmosfer. Fragmentasi ini membuat terjadinya konversi dari energi fireball menjadi energi akustik (suara). Efisiensi konversi tersebut secara rata-rata hanya sebesar 0,1%.
Dentuman sonik itu diikuti dengan getaran di tanah (ground shaking). Ini fenomena yang hanya bisa disebabkan oleh fireball sehingga bisa menjadi penanda. Getaran di tanah disebabkan oleh konversi energi akustik menjadi energi seismik sehingga membentuk gelombang permukaan (alias gelombang Rayleigh) yang kemudian menjalar ke segenap arah.
Gelombang Rayleigh itu memang identik dengan gelombang gempa bumi. Terkecuali jikalau kita melihat rekaman seismogram dan akan terbuktikan bahwa rekaman seismogramnya sedikit berbeda dengan rekaman seismogram gempa bumi pada umumnya karena tidak didahului dengan rekaman gelombang P (primer) atau gelombang S (sekunder).
Gelombang Rayleigh ini penjalarannya lambat dan panjang gelombangnya besar. Dalam seismologi gelombang ini dikenal sebagai gelombang perusak karena dialah yang sebenarnya berperan penting dalam kerusakan permukaan Bumi akibat gempa. Nah, konversi energi akustik ke energi seismik tersebut secara rata-rata berkisar antara 0,01 - 0,00001%.
Dengan konversi sekecil itu dan sifatnya cascade (bertingkat) yakni dari energi awal ke energi akustik dan dari energi akustik ke energi seismik maka dibutuhkan energi awal yang cukup besar dan itu hanya dimiliki oleh fireball. Manuver pesawat supersonik, jatuhnya sampah antariksa, maupun gerakan roket sekali pun takkan sanggup menciptakan fenomena itu karena kecilnya energi awal (energi kinetik) mereka.
Analisis infrasonik dari 12 stasiun infrasonik dilengkapi microbarometer di sekitar Indonesia dalam jejaring pemantauan CTBT (Comprehensive Test Ban Treaty) atau jaringan stasiun pemantau uji coba nuklir atmosferik yang berada dalam pengawasan PBB menunjukkan ledakan Bone merupakan fireball dengan energi 60 kiloton TNT atau 3 kali lipat lebih dahsyat ketimbang bom Hiroshima.
Jika menggunakan basis kecepatan rata-rata meteor yang jatuh ke Bumi sebesar 20,3 km/detik (73.000 km/jam) maka fireball ini semula merupakan asteroid dengan massa 1.200 ton dan berdiameter 6,6 - 9,2 meter. Bergantung apakah asteroid tersusun oleh besi (siderit, densitas 8 g/cc) atau batuan (kondritik atau karbon kondiritik atau akondrit, dengan densitas 3 g/cc).
Ketika memasuki atmosfer Bumi ia memiliki kecemerlangan sebesar -13,3 alias 1,66 kali lipat lebih terang dibanding Bulan purnama. Sehingga, andaikata fireball Bone ini jatuhnya pada malam hari penduduk Bone dan sekitarnya akan melihat langit terang benderang dalam sekejap melebihi terangnya Bulan.
Fireball ini dipastikan mengalami fragmentasi pada ketinggian rendah ditandai dengan rasio konversi energi akustik ke seismik yang berharga sekitar 0,01% sehingga BMKG sempat merekam getaran seismiknya sebagai gempa dengan magnitude (surface magnitude) 1,9 skala Richter yang semula sempat dikacaukan dengan aktivitas patahan Saddang (yang kebetulan ada didekatnya). Dan, dengan magnitude visual yang melebihi limit -8 hingga -10, maka fireball ini besar kemungkinannya masih menyisakan diri setelah menembus atmosfer dan jatuh sebagai meteorit.
Meteorit tersebut kemungkinan jatuh di daerah pantai atau pesisir perbatasan Bone dan Wajo. Kalkulasi sangat kasar menunjukkan massa meteorit tersebut mungkin sekitar 800 kg dan jatuh menumbuk Bumi dengan kecepatan 0,2 km/ detik sehingga melepaskan energi sebesar 0,004 kiloton TNT sehingga akan membentuk cekungan (kawah).
Jika titik jatuhnya di laut meteorit ini juga berpotensi membentuk gelombang pasang (tsunami), namun lemah, karena jika diasumsikan bahwa energi tumbukannya adalah 0,004 kiloton TNT, kedalaman laut tempat titik tumbukan adalah 10 meter dan titik tumbuk berjarak 100 m dari pantai, maka di pantai terdekat gelombangnya setinggi 1 meter.
Namun, pada jarak 1 km dari titik tumbuk gelombangnya sudah menyusut jauh menjadi tinggal 10 cm. Sehingga, dampaknya tidak signifikan. Belum ada konfirmasi apakah gelombang pasang tersebut memang terjadi. Khususnya dari stasiun-stasiun pemantauan pasang surut yang ada di dekatnya.
Rata-rata setiap 5 tahun sekali fireball berdiameter ~10-an meter ini jatuh ke Bumi.
Namun, statistik menunjukkan hanya 2 % saja yang masih menyisakan meteorit berukuran
besar dan membentuk kawah tumbukan di permukaan Bumi.
Misalnya dalam kejadian terbentuknya kawah meteorit Wabar (di dekat kota Riyadh, Saudi Arabia) 150 tahun silam yang membentuk kawah bergaris tengah 120 meter, atau pun terbentuknya kawah meteorit Sikhote-Alin (di dekat kota Wladiwostok, Rusia Timur) yang terdiri dari 100 kawah dengan diameter kawah terbesar 27 meter pada 1947.
Terakhir kejadian yang mirip terjadi di dekat Danau Titicaca Carancas (Peru) pada 15 September 2007, yang membentuk kawah bergaris tengah 14 meter. Kejadian fireball signifikan terakhir kali terjadi tepat setahun silam. Ketika asteroid 2008 TC3 terdeteksi oleh jejaring pemantau benda langit hanya 37 jam sebelum jatuh ke wilayah Sudan. Ini merupakan asteroid pertama yang berhasil dilacak jejaknya sebelum jatuh.
Untuk fireball Bone sayangnya tidak ada jaringan teleskop pemantau seperti LINEAR, LONEOS, NEAT, dan lain-lain yang melaporkan pendeteksiannya sebelum ia memasuki atmosfer Bumi, Demikian juga tidak ada satelit seperti METEOSAT atau pun satelit milik Pentagon yang melaporkan kejadiannya ketika ia mulai masuk ke atmosfer.
Mendeteksi obyek dengan diameter -10 meter memang masih sangat sulit untuk resolusi jaringan teleskop pemantau asteroid/ meteoroid dekat Bumi tersebut. Sampai saat ini akurasi pemantauan masih bertahan pada limit 30 meter. Meski dalam kasus asteroid 2008 TC3 pemantauan berhasil dilakukan meski diameter asteroid hanya dalam rentang 2 - 4 meter.
Nah, apa arti kejadian ini. Sebenarnya frekuensi kejadian fireball cukup sering terjadi di Bumi. Statistik menunjukkan tiap 20 jam sekali sebuah fireball terjadi di Bumi. Namun, karena 80% permukaan Bumi adalah laut --kita yang ada di daratan, memiliki peluang yang kecil untuk melihat fireball. Rata-rata tiap 5 tahun sekali obyek dengan diameter -10 m itu masuk ke atmosfer Bumi dan sejauh ini selalu terjadi di daerah yang jauh dari pusat pemukiman.
Beberapa pakar astrofisika mengkhawatirkan dampak asteroid kecil semacam ini. Namun, secara statistika sebenarnya peluangnya untuk jatuh ke pusat pemukiman manusia di Bumi ini cukup kecil. Sehingga, tidak perlu banyak dikhawatirkan.
Ma'rufin Sudibyo
Jl Nanas C-4 Jadimulya Gunungjati Cirebon
marufins@yahoo.com
0817727823
Benarkah Kiamat Akan Datang Tahun 2012 Nanti? | |||
Oleh admin | |||
| |||
Bencana
yang beruntun diprediksi sebagai pemanasan untuk kiamat tahun 2012
nanti, bahkan secara tegas peramal kondang Indonesia Mama Lauren
menyebut tahun 2013 akan terjadi kiamat. Pandangan Mama Lauren juga
sebenarnya tidak asing lagi jika kita menulusuri pandangan beberapa suku
kuno yang telah menyebutkan tahun 2012 akan terjadi bencana kiamat. Ramalan mama lauren tidak menyebut tahun 2012 tapi tahun 2013 begitu juga dengan Kalendar bangsa maya memprediksi adanya tumbukan/tubrukan/senggolan antara planet bumi dengan planet x nibiru yang akan membinasakan semua kehidupan di muka bumi tepatnya tanggal 12-12-2012 / 12 desember 2012. Planet X juga dikenal dengan nama Nibiru, atau disebut ?Wormwood?, merupakan benda angkasa luar yang paling sering disebut sejak jaman kuno. Setelah mengorbit selama 3600 tahun, planet ke 10 ini akan datang lagi. Dampak kedatangan Planet X terhadap bumi, sudah dicatat nenek moyang kita ribuan tahun lalu. Ilmu Geologi dan Arkeologi juga mencantumkannya. Mama lauren mencoba menjelaskan vision tentang 2012 dan dia tidak menyebutkan tahun 2012 tapi tahun 2013 berarti memang bukan kiamat makro mungkin lebih tepat bila disebut kiamat mikro. mama lauren tidak yakin akan tumbukan/tubrukan/senggolan ini tapi yang jelas dan pasti mama lauren menyebutkan bahwa ?akan terjadi kiamat mikro yang akan berpengaruh terhadap iklim dan cuaca? lebih tepatnya di sebabkan dari 2 sumber yang pertama adalah gempa bumi yang sangat dashyat dan yang kedua adalah tumbukan meteor. Mama lauren mungkin keceplosan dengan memberikan detail bahwa nantinya bumi akan berubah total dia mengumpamakan indonesia mungkin berada di cina, berarti bumi akan seperti bola bocor dimana angin akan keluar dan merubah struktur luar. Disebutkan juga dalam vision itu tidak semua manusia akan musnah akan tersisa sekitar 30% dari populasi seluruh dunia. Pandangan serupa juga diluas lebih detail situs era muslim pada Jumat, 21/11/2008 06:17 WIB di bagian konsultasi dengan judul Kiamat 2012?. Menurut pengelolah rubrik konsultasi dalam tahun 2012 memang penuh dengan kontroversi. Dalam buku ?Apocalypse 2012? (Lawrence E.Joseph: 2007), penulis berdarah Lebanon yang menjabat sebagai Ketua Dewan Direksi Aerospace Consulting Corporation di New Mexico ini dipaparkan dengan sangat jelas dan juga ilmiah tentang kemungkinan terjadinya bencana alam di tahun tersebut. Bencana itu antara lain: siklus aktivitas matahari yang memuncak di tahun 2012 yang menyebabkan panas yang luar biasa di bumi, terlebih atmosfer kita sudah mengalami penipisan dan bolong di beberapa bagian sehingga selain memanaskan bumi dengan radikal juga melelehkan es di kutub dan juga menimbulkan badai serta topan yang dahsyat. Medan magnet bumi yang berfungsi sebagai pertahanan utama bumi terhadap radiasi sinar matahari mulai retak bahkan ada yang sampai sebesar kota California di sana-sini. Pergeseran kutub juga tengah berlangsung. Tata surya kita tengah memasuki medan awan energi antar bintang. Awan itu mengaktifkan dan merusak keseimbangan matahari serta atmosfer planet-planet. Para ahli geofisika Rusia berpendapat bahwa ketika bumi akan memasuki awan energi tersebut di tahun 2012 hingga 2020 dan akan menimbulkan bencana besar yang belum pernah ada sebelumnya. Fisikawan UC Berkeley menyatakan dinosaurus serta spesies lainnya telah punah akibat tumbukan asteroid raksasa 65 juta tahun silam. Menurut siklus yang diperhitungkan secara ilmiah, seharusnya hal itu sudah terjadi lagi di saat-saat sekarang. Supervulkan Yellowstone yang memiliki siklus letusan dahsyat setiap 600 hingga 700 ribu tahun tengah bersiap untuk meletus kembali. Beberapa perhitunmgan ilmiah lainnya turut mendukung pandangan ini. Menariknya, ramalan bangsa Maya (juga suku Hopi, Mesir Kuno, dan beberapa suku kuno lainnya) di dalam kalendernya dengan detil mengungkapkan jika tahun 2012 merupakan akhir sekaligus awal zaman baru. Bagaikan kelahiran seorang anak manusia, maka kelahiran zaman baru ini akan dipenuhi dengan darah. Suku Maya merupakan salah satu suku kuno di dunia ini yang dikenal sebagai suku yang sangat detil memperhatikan dan menghitung bintang-bintang dan benda langit lainnya. Kitab kuno dari Cina, I Ching, juga menyatakan akan terjadi bencana besar di tahun 2012. Beberapa ativitas modern juga terkait dengan tahun 2012, yakni dateline modernisasi besar-besaran Pentagon paska ditubruk rudal dalam peristiwa 11 September 2001, batas akhir pelaksanaan Codex Alimentarius yang berupaya mengurangi populasi manusia di bumi dengan rekayasa genetika dan makanan transgenik, dan sebagainya. Seorang tokoh spiritual Yahudi dunia bernama Titzchak Qadduri jauh-jauh hari sudah menyerukan kaum Yahudi agar sesegera mungkin meninggalkan daratan Amerika Serikat karena menurut perhitungannya, sebuah komet atau asteroid raksasa tengah meluncur di alam semesta dan mengarah serta akan menumbuk menuju daratan Amerika. Semua itu merupakan ramalan-ramalan para pakar di bidangnya masing-masing.Menurut Islam, kiamat adalah hal yang tidak bisa dihindarkan. Hanya saja, kita tidak akan pernah tahu kapan pastinya akan terjadi. Bisa dua jam lagi, bisa besok, atau entah kapan. Umat Islam adalah umat akhir zaman.????? Setidaknya pada tahun 2009 bencana alam terus menghantui belahan dunia, dan yang terkini terjadi gampa maha dahsyat dengan skala 7.6 Skala Righter di Padang Sumatera Barat yang diperkirakan menewaskan ribuan orang. Energi negatif akibat perbuatan manusia yang tidak lagi tunduk pada perintah-NYA akan terakumulasi menjadi senjata penghancur yang setiap saat akan datang dengan tiba-tiba. Kapan kita mulai bertobat? semua berakhir pada pribadi masing-masing (arif) | |||
Berlangganan Berita Nusatenggaranews via Email Gratis!!
|
Asteroid Pembunuh Dinosaurus
Selasa, 11 September 2007 | 20:42 WIB
TEMPO Interaktif, COLORADO:
Sampai saat ini, astronom telah mengetahui lebih dari 40 keluarga asteroid, pecahan dari tubuh yang lebih besar, dan menghitung kapan ledakan itu terjadi. Namun, mereka belum berhasil menemukan asteroid mana yang bertanggung jawab atas kepunahan besar tersebut.
Dinosaurus, baik besar maupun kecil, pernah menguasai bumi sedikitnya 120 juta tahun sampai periode Cretaceous. Kemudian mereka menghilang dalam beberapa ribu tahun, sesuai dengan bukti fosil, ketika periode Tertiary dimulai sekitar 65 juta tahun lalu.
Menghilangnya dinosaurus adalah misteri sampai 30 tahun lalu, yakni ketika Walter Alvarez, ahli geologi di University of California-Berkeley, dan ayahnya, Luis, menemukan penyebabnya. Mereka menyatakan sebuah obyek tak dikenal dari antariksa menghantam bumi dan menimbulkan kawah besar di kerak bumi di pesisir Yucatan, Meksiko, dan menyebarkan pecahannya dalam bentuk unsur langka yang disebut iridium.
Teori ini amat kontroversial. Tapi seiring dengan bergulirnya waktu, mulai mendulang dukungan. Penemuan kawah besar yang disebut Chicxulub dekat Yucatan Peninsula, ditambah iridium dan pecahan mirip kaca ribuan kilometer di sekeliling kawah itu, memperkuat ide itu.
Bukti yang mendukung teori tersebut bertambah dengan penemuan David Nesvorny dan rekannya dari Southwest Research Institute di Bouklder, Colorado, Amerika Serikat. Pada awal tahun ini, mereka berhasil mengidentifikasi kelompok baru yang mereka namakan keluarga Baptistina, sesuai dengan nama asteroid terbesar kelompok itu, yang besarnya mencapai 40 kilometer. Asteroid pembunuh dinosaurus ada kemungkinan adalah anggota yang hilang dari keluarga ini, yang terbentuk akibat tumbukan di bagian dalam sabuk asteroid itu pada 160 juta tahun lampau.
Tim Nesvorny sudah memperhitungkan bahwa asteroid sebesar 10 kilometer itu telah bertubrukan dengan bumi. Asteroid tersebut adalah satu dari 300 pecahan batu induk yang aslinya mencapai 170 kilometer. Pecahan lainnya kemungkinan besar menabrak Venus dan bertanggung jawab atas terbentuknya formasi Tycho, kawah termuda di bulan.
Komposisi Baptistina ini juga cocok dengan pecahan yang ditemukan di bumi. Para ilmuwan itu juga menghitung kemungkinan adanya asteroid lain yang menabrak bumi kurang dari 10 persen.
Planet Jupiter Baru Saja Ditabrak Komet
NASA/JPL
Foto
yang direkam fasilitas teleskop inframerah di Mauna Kea, Hawaii, Senin
(20/7) menunjukkan Planet Jupiter yang ditabrak benda besar kemungkinan
komet.
Sriwijaya Post - Selasa, 21 Juli 2009 14:52 WIB
PASADENA —
Planet Jupiter kelihatannya baru saja ditabrak sebuah benda angkasa
berukuran besar yang diduga komet. Foto terbaru yang dirilis Badan
Antariksa AS (NASA) menunjukkan bukti peristiwa tersebut.
Dalam foto tersebut terlihat sebuah noda putih di atmosfer dekat kutub selatan planet kelima di tata surya itu. Noda tersebut kemungkinan kobaran api yang terbentuk akibat tumbukan tersebut.
Kejadian tersebut direkam para astronom di Laboratorium Propulsi Jet NASA di Pasadena, California AS, Senin (20/7), setelah memperoleh informasi awal dari seorang astronom amatir semalam sebelumnya.
Foto langka yang direkam dari teleskop inframerah di Mauna Kea, Hawaii, itu dirilis bersamaan dengan peringatan 15 tahun tumbukan komet Shoemaker-Levy 9 ke Planet Jupiter.
Dalam foto tersebut terlihat sebuah noda putih di atmosfer dekat kutub selatan planet kelima di tata surya itu. Noda tersebut kemungkinan kobaran api yang terbentuk akibat tumbukan tersebut.
Kejadian tersebut direkam para astronom di Laboratorium Propulsi Jet NASA di Pasadena, California AS, Senin (20/7), setelah memperoleh informasi awal dari seorang astronom amatir semalam sebelumnya.
Foto langka yang direkam dari teleskop inframerah di Mauna Kea, Hawaii, itu dirilis bersamaan dengan peringatan 15 tahun tumbukan komet Shoemaker-Levy 9 ke Planet Jupiter.
Kompas.com
Mengungkap Rahasia Dua Warna Asteroid
Asteroid bisa mengancam kehidupan di Bumi. Bumi pun bisa menyebabkan perubahan di asteroid.
MASSACHUSETTS --
Selama bertahun-tahun, Richard Binzel menghabiskan banyak malamnya di
kampus. Ia adalah penggila asteroid, meski sepintas benda langit yang
satu ini hanya tampak berupa titik-titik pudar yang berkedap-kedip di
layar monitornya.
Profesor ilmu planet di Massachusetts Institute of Technology itu telah mempelajari asteroid selama puluhan tahun. Lewat layar monitornya yang tersambung langsung dengan Fasilitas Teleskop Inframerah milik NASA di Mauna Kea, Hawaii, itu, Binzel belakangan mengungkapkan bahwa Bumi juga bisa menginterupsi proses-proses yang terjadi di asteroid--tidak melulu asteroid yang mengundang bahaya bagi Bumi.
Temuan Binzel dan timnya dideskripsikan dalam jurnal Nature. Mereka mengungkap misteri kenapa meteorit memiliki warna berbeda dari sebagian asteroid yang masih melayang-layang di antariksa, padahal meteorit adalah serpihan atau pecahan dari obyek-obyek itu yang menembus atmosfer Bumi.
Riset sebelumnya telah menunjukkan bahwa paparan cuaca (di antariksa) bertanggung jawab untuk warna kemerahan asteroid. Namun, dalam temuan terbarunya, Binzel mengungkap bahwa Bumi memiliki pengaruh berbeda ketika asteroid melintas dekatnya.
Asteroid yang mendekat seperti mendapat gempa, material kulitnya rontok dan ia pun "bersalin rupa" dengan mengungkap kulit baru yang segar. Kulit baru itu berupa material yang sebelumnya tidak pernah terpapar cuaca.
"Kebanyakan asteroid memiliki warna yang sedikit kemerahan karena kena angin matahari yang merusak mineral dan memberinya warna terbakar matahari," Binzel menjelaskan. "Tapi kalau kita melihat meteorit (di Bumi), sangat aneh karena warnanya tidak sama."
Dari penelitiannya, Binzel menuturkan, seluruh asteroid yang melintas dekat Bumi tidak memiliki warna kemerahan itu. Asteroid-asteroid itu justru memiliki kesamaan dengan sampel meteorit di dalam laboratorium. "Ketika mereka mendekat, Bumi memberi gempa di asteroid. Bumi mengguncang mereka cukup kuat untuk merontokkan material permukaannya--membuatnya berganti kulit muka," tuturnya.
Clark Chapman, astronom dari Southwest Research Institute di Boulder, Colorado, menerangkan bahwa asteroid-asteroid memang bukan obyek padat yang monolitik. Asteroid lebih mirip campuran puing yang ketika bergetar bisa menghasilkan remah dan mengungkap lapisannya yang lebih muda.
Chapman tidak terlibat dalam studi Binzel dan kawan-kawan, tapi menuliskan artikel pendamping di jurnal yang sama untuk menjelaskan pentingnya temuan itu. Dia menuliskan, observasi yang dilakukan Binzel memberi bukti bahwa asteroid dekat Bumi ditransformasi oleh gaya-gaya pasang ketika mereka datang mendekat planet Bumi.
Binzel berharap temuannya bisa membantu para ilmuwan astronomi mencocokkan warna setiap asteroid untuk menemukan lebih banyak informasi tentang arah lintasan dan dari mana asal, termasuk usianya. "Untuk setiap kasus dari sebuah asteroid 'segar', kami dapat katakan ia pasti datang dekat Bumi," katanya. Dan mereka yang "tua", yang kemerahan, sebaliknya.
Menurut Binzel, sejumlah meteorit adalah sampel berharga dari antariksa dan untuk mencari kegunaannya yang terbesar perlu diketahui dari mana asalnya. "Kini kami dapat mencocokkan sampel-sampel yang ada untuk mencari tahu dari mana mereka berasal di antara belantara jagat raya." bbc/skyandtelescope
Asteroid S, Asteroid Q, dan Bumi
Selama puluhan tahun, para astronom sistem planet telah mengklasifikasikan asteroid-asteroid dengan karakteristik spektral permukaannya. Asteroid tipe S ditemukan di sekujur sabuk asteroid dan menyusun kebanyakan asteroid dekat Bumi.
Asteroid tipe ini memiliki bayang-bayang kemerahan yang diduga resultan dari paparan cuaca antariksa. Partikel angin matahari dan radiasi antariksa merusak serta mengubah warna mineral di permukaan terluar asteroid, memberi mereka kesan warna terbakar matahari.
Asteroid tipe Q tidak memiliki jejak paparan cuaca antariksa itu. Sebaliknya, mereka terlihat lebih "segar" seperti irisan apel yang belum berubah warna menjadi kecokelatan. Awalnya, para peneliti menduga bahwa tumbukan dan pecahan yang bertanggung jawab untuk ciri itu. Tapi, masalahnya, asteroid tipe Q ini tidak ditemukan di sabuk asteroid di mana tumbukan amat sangat diharapkan terjadi.
Binzel dan kawan-kawannya lalu meneliti pergerakan 95 asteroid kecil yang diketahui akan memotong orbit Mars dan Bumi. Tujuan penelitian itu adalah mencari hubungan antara kedua tipe asteroid dan karakteristik orbitnya. Binzel dan timnya menggunakan simulasi numerik untuk menjalankan orbit ke-95 asteroid mundur ke masa sebelumnya.
Dari simulasi itu terungkap bahwa seluruh 20 asteroid tipe Q yang dipelajari memiliki orbit yang melintasi Bumi dengan jarak yang lebih dekat daripada bulan. Hasil simulasi ini mendukung dugaan yang pernah dilontarkan David Nesvorny dari Southwest Research Institute pada 2005 bahwa arah lintasan yang dekat Bumi bisa mengubah asteroid tipe S menjadi tipe Q.
Hasil itu juga menolong memastikan apa yang selama ini dikenal sebagai "ordinary-chondrite problem". Chondrites adalah jenis meteorit umumnya yang ditemukan di Bumi. Dulu para ahli berharap sifat spektral meteorit chondrite bakal cocok dengan sifat spektral tipe asteroid yang paling jamak, yakni tipe S.
Tapi, nyatanya, mereka justru lebih memiliki kesamaan dengan tipe Q. Ibaratnya, jika sepotong asteroid tipe S dicemplungkan ke dalam atmosfer Bumi dari antariksa, warna kemerahan potongan asteroid itu akan terlucuti dan memunculkan lapisannya yang segar begitu ia menyentuh Bumi.
ASTEROID atau yang juga dikenal sebagai planet minor adalah tubuh batu kecil yang ikut mengorbit mengelilingi matahari bersama planet-planet yang besar. Asteroid pertama, Ceres, ditemukan pada 1801, dan seperti kebanyakan asteroid yang lain melesat dalam sabuk utama di antara orbit Mars dan Jupiter. Dengan diameternya yang kira-kira 950 kilometer, Ceres adalah asteroid yang terbesar di antara kawanannya.
(physorg.com)
INILAH.COM,
Jakarta - Asteroid raksasa yang jatuh di lepas pantai India menciptakan
kawah terbesar yang pernah diketahui, sepanjang 40 km.
Jatuhnya asteroid ini telah melenyapkan dinosaurus 65 juta tahun yang lalu, kata seorang ilmuwan India Amerika.
Sebagian besar kawah itu terletak di kontinen India, di daerah yang dikenal sebagai Bombay High. Dampak asteroid itu telah mencukur atau menghancurkan lapisan granit dengan ketebalan lebih dari 48 km di pantai barat India.
Sankar Chatterjee dari Texas Tech University dan timnya meneliti kawah besar Shiva yang tenggelam di sebelah barat India dan ditambang untuk minyak dan gas alam. Beberapa kawah merupakan kompleks situs hidrokarbon paling produktif di planet ini.
"Jika kita benar, ini adalah kawah terbesar yang dikenal di planet kita," kata Chatterjee. "Sebuah bolide ukuran besar, mungkin berdiameter 40 km, menciptakan tektonik sendiri. "
Sebaliknya, obyek yang melanda Semenanjung Yucatan Meksiko, dan umumnya diperkirakan yang memusnahkan dinosaurus, hanya memiliki diameter 8 hingga 10 km.
Sulit membayangkan bencana sebesar apa yang telah ditimbulkan. Tetapi jika tim ini benar, kerak bumi akan menguap pada titik tumbukan, meninggalkan mantel ultra panas.
Dampak dahsyat dari luar angkasa itu mungkin memicu letusan gunung berapi Deccan Traps yang pernah menutupi barat India.
Selain itu tubrukan juga memecah pulau-pulau Seychelles dari lempeng tektonik India dan mengirim mereka melayang ke arah Afrika.[ito]
(cbcnews.com)
INILAH.COM,
Jakarta- Sebuah meteor baru-baru ini melesat di angkasa dan nampak 100
kali lebih terang daripada bulan purnama tertangkap dalam kamera video,
ilmuwan mengumumkan minggu lalu.
Bola api itu jatuh ke atmosfer bumi pada malam hari 25 September lalu dan terdeteksi oleh kamera di University of Western Ontario, Kanada.
Cuplikan video menunjukkan bahwa meteor, kira-kira berukuran sebesar sepeda roda tiga, dan bergerak dengan kecepatan 13 mil per detik ke arah selatan Ontario AS.
Analisis data yang dikumpulkan dari catatan sistem, radar meteor, dan peralatan infrasonik memberikan gambaran awal bahwa meteor cukup besar untuk meninggalkan fragmen (bekas pecahan) di dekat Semenanjung Niagara. Tapi puing-puing yang tersisa kemungkinan hanya tinggal seberat beberapa kilogram saja.
Peneliti tertarik untuk mendengar peryataan dari saksi siapapun yang mungkin telah menyaksikan atau merekam peristiwa ini atau telah menemukan salah satu fragmen meteorit.
"Meteorit ini telah jatuh ke bumi, dan jika ada yang menemukan, menjadi sangat penting karena sebelum jatuh direkam dengan sangat baik," kata Phil McCausland, seorang Doktor di University of Western Ontario, pusat penelitian dan eksplorasi planet.
"Kami punya kamera yang sama bagusnya seperti radar dan pendeteksi Infrasonik, sehingga akan sangat mungkin bagi kami untuk menentukan orbitnya sebelum tabrakan dengan bumi, dan menentukan energi yang terkandung dari peristiwa bola api,” katanya
“Kita harus bisa mencari tahu dari mana ia datang dan bagaimana ia bisa sampai di sini, karena hal semacam ini jarang terjadi. Dalam sejarah, hanya sekitar selusin meteorit jatuh yang memiliki catatan seperti itu," urainya.[ito]
Artikel-artikel populer :
Komet dan Asteroid: Ancaman dari Luar Angkasa?
Judhistira Aria Utama (Himpunan Astronom Amatir Bandung)
Profesor ilmu planet di Massachusetts Institute of Technology itu telah mempelajari asteroid selama puluhan tahun. Lewat layar monitornya yang tersambung langsung dengan Fasilitas Teleskop Inframerah milik NASA di Mauna Kea, Hawaii, itu, Binzel belakangan mengungkapkan bahwa Bumi juga bisa menginterupsi proses-proses yang terjadi di asteroid--tidak melulu asteroid yang mengundang bahaya bagi Bumi.
Temuan Binzel dan timnya dideskripsikan dalam jurnal Nature. Mereka mengungkap misteri kenapa meteorit memiliki warna berbeda dari sebagian asteroid yang masih melayang-layang di antariksa, padahal meteorit adalah serpihan atau pecahan dari obyek-obyek itu yang menembus atmosfer Bumi.
Riset sebelumnya telah menunjukkan bahwa paparan cuaca (di antariksa) bertanggung jawab untuk warna kemerahan asteroid. Namun, dalam temuan terbarunya, Binzel mengungkap bahwa Bumi memiliki pengaruh berbeda ketika asteroid melintas dekatnya.
Asteroid yang mendekat seperti mendapat gempa, material kulitnya rontok dan ia pun "bersalin rupa" dengan mengungkap kulit baru yang segar. Kulit baru itu berupa material yang sebelumnya tidak pernah terpapar cuaca.
"Kebanyakan asteroid memiliki warna yang sedikit kemerahan karena kena angin matahari yang merusak mineral dan memberinya warna terbakar matahari," Binzel menjelaskan. "Tapi kalau kita melihat meteorit (di Bumi), sangat aneh karena warnanya tidak sama."
Dari penelitiannya, Binzel menuturkan, seluruh asteroid yang melintas dekat Bumi tidak memiliki warna kemerahan itu. Asteroid-asteroid itu justru memiliki kesamaan dengan sampel meteorit di dalam laboratorium. "Ketika mereka mendekat, Bumi memberi gempa di asteroid. Bumi mengguncang mereka cukup kuat untuk merontokkan material permukaannya--membuatnya berganti kulit muka," tuturnya.
Clark Chapman, astronom dari Southwest Research Institute di Boulder, Colorado, menerangkan bahwa asteroid-asteroid memang bukan obyek padat yang monolitik. Asteroid lebih mirip campuran puing yang ketika bergetar bisa menghasilkan remah dan mengungkap lapisannya yang lebih muda.
Chapman tidak terlibat dalam studi Binzel dan kawan-kawan, tapi menuliskan artikel pendamping di jurnal yang sama untuk menjelaskan pentingnya temuan itu. Dia menuliskan, observasi yang dilakukan Binzel memberi bukti bahwa asteroid dekat Bumi ditransformasi oleh gaya-gaya pasang ketika mereka datang mendekat planet Bumi.
Binzel berharap temuannya bisa membantu para ilmuwan astronomi mencocokkan warna setiap asteroid untuk menemukan lebih banyak informasi tentang arah lintasan dan dari mana asal, termasuk usianya. "Untuk setiap kasus dari sebuah asteroid 'segar', kami dapat katakan ia pasti datang dekat Bumi," katanya. Dan mereka yang "tua", yang kemerahan, sebaliknya.
Menurut Binzel, sejumlah meteorit adalah sampel berharga dari antariksa dan untuk mencari kegunaannya yang terbesar perlu diketahui dari mana asalnya. "Kini kami dapat mencocokkan sampel-sampel yang ada untuk mencari tahu dari mana mereka berasal di antara belantara jagat raya." bbc/skyandtelescope
Asteroid S, Asteroid Q, dan Bumi
Selama puluhan tahun, para astronom sistem planet telah mengklasifikasikan asteroid-asteroid dengan karakteristik spektral permukaannya. Asteroid tipe S ditemukan di sekujur sabuk asteroid dan menyusun kebanyakan asteroid dekat Bumi.
Asteroid tipe ini memiliki bayang-bayang kemerahan yang diduga resultan dari paparan cuaca antariksa. Partikel angin matahari dan radiasi antariksa merusak serta mengubah warna mineral di permukaan terluar asteroid, memberi mereka kesan warna terbakar matahari.
Asteroid tipe Q tidak memiliki jejak paparan cuaca antariksa itu. Sebaliknya, mereka terlihat lebih "segar" seperti irisan apel yang belum berubah warna menjadi kecokelatan. Awalnya, para peneliti menduga bahwa tumbukan dan pecahan yang bertanggung jawab untuk ciri itu. Tapi, masalahnya, asteroid tipe Q ini tidak ditemukan di sabuk asteroid di mana tumbukan amat sangat diharapkan terjadi.
Binzel dan kawan-kawannya lalu meneliti pergerakan 95 asteroid kecil yang diketahui akan memotong orbit Mars dan Bumi. Tujuan penelitian itu adalah mencari hubungan antara kedua tipe asteroid dan karakteristik orbitnya. Binzel dan timnya menggunakan simulasi numerik untuk menjalankan orbit ke-95 asteroid mundur ke masa sebelumnya.
Dari simulasi itu terungkap bahwa seluruh 20 asteroid tipe Q yang dipelajari memiliki orbit yang melintasi Bumi dengan jarak yang lebih dekat daripada bulan. Hasil simulasi ini mendukung dugaan yang pernah dilontarkan David Nesvorny dari Southwest Research Institute pada 2005 bahwa arah lintasan yang dekat Bumi bisa mengubah asteroid tipe S menjadi tipe Q.
Hasil itu juga menolong memastikan apa yang selama ini dikenal sebagai "ordinary-chondrite problem". Chondrites adalah jenis meteorit umumnya yang ditemukan di Bumi. Dulu para ahli berharap sifat spektral meteorit chondrite bakal cocok dengan sifat spektral tipe asteroid yang paling jamak, yakni tipe S.
Tapi, nyatanya, mereka justru lebih memiliki kesamaan dengan tipe Q. Ibaratnya, jika sepotong asteroid tipe S dicemplungkan ke dalam atmosfer Bumi dari antariksa, warna kemerahan potongan asteroid itu akan terlucuti dan memunculkan lapisannya yang segar begitu ia menyentuh Bumi.
ASTEROID atau yang juga dikenal sebagai planet minor adalah tubuh batu kecil yang ikut mengorbit mengelilingi matahari bersama planet-planet yang besar. Asteroid pertama, Ceres, ditemukan pada 1801, dan seperti kebanyakan asteroid yang lain melesat dalam sabuk utama di antara orbit Mars dan Jupiter. Dengan diameternya yang kira-kira 950 kilometer, Ceres adalah asteroid yang terbesar di antara kawanannya.
Asteroid Raksasa Tabrak Pantai India
(physorg.com)
Jatuhnya asteroid ini telah melenyapkan dinosaurus 65 juta tahun yang lalu, kata seorang ilmuwan India Amerika.
Sebagian besar kawah itu terletak di kontinen India, di daerah yang dikenal sebagai Bombay High. Dampak asteroid itu telah mencukur atau menghancurkan lapisan granit dengan ketebalan lebih dari 48 km di pantai barat India.
Sankar Chatterjee dari Texas Tech University dan timnya meneliti kawah besar Shiva yang tenggelam di sebelah barat India dan ditambang untuk minyak dan gas alam. Beberapa kawah merupakan kompleks situs hidrokarbon paling produktif di planet ini.
"Jika kita benar, ini adalah kawah terbesar yang dikenal di planet kita," kata Chatterjee. "Sebuah bolide ukuran besar, mungkin berdiameter 40 km, menciptakan tektonik sendiri. "
Sebaliknya, obyek yang melanda Semenanjung Yucatan Meksiko, dan umumnya diperkirakan yang memusnahkan dinosaurus, hanya memiliki diameter 8 hingga 10 km.
Sulit membayangkan bencana sebesar apa yang telah ditimbulkan. Tetapi jika tim ini benar, kerak bumi akan menguap pada titik tumbukan, meninggalkan mantel ultra panas.
Dampak dahsyat dari luar angkasa itu mungkin memicu letusan gunung berapi Deccan Traps yang pernah menutupi barat India.
Selain itu tubrukan juga memecah pulau-pulau Seychelles dari lempeng tektonik India dan mengirim mereka melayang ke arah Afrika.[ito]
Tertangkap, Meteor 100X Purnama
(cbcnews.com)
Bola api itu jatuh ke atmosfer bumi pada malam hari 25 September lalu dan terdeteksi oleh kamera di University of Western Ontario, Kanada.
Cuplikan video menunjukkan bahwa meteor, kira-kira berukuran sebesar sepeda roda tiga, dan bergerak dengan kecepatan 13 mil per detik ke arah selatan Ontario AS.
Analisis data yang dikumpulkan dari catatan sistem, radar meteor, dan peralatan infrasonik memberikan gambaran awal bahwa meteor cukup besar untuk meninggalkan fragmen (bekas pecahan) di dekat Semenanjung Niagara. Tapi puing-puing yang tersisa kemungkinan hanya tinggal seberat beberapa kilogram saja.
Peneliti tertarik untuk mendengar peryataan dari saksi siapapun yang mungkin telah menyaksikan atau merekam peristiwa ini atau telah menemukan salah satu fragmen meteorit.
"Meteorit ini telah jatuh ke bumi, dan jika ada yang menemukan, menjadi sangat penting karena sebelum jatuh direkam dengan sangat baik," kata Phil McCausland, seorang Doktor di University of Western Ontario, pusat penelitian dan eksplorasi planet.
"Kami punya kamera yang sama bagusnya seperti radar dan pendeteksi Infrasonik, sehingga akan sangat mungkin bagi kami untuk menentukan orbitnya sebelum tabrakan dengan bumi, dan menentukan energi yang terkandung dari peristiwa bola api,” katanya
“Kita harus bisa mencari tahu dari mana ia datang dan bagaimana ia bisa sampai di sini, karena hal semacam ini jarang terjadi. Dalam sejarah, hanya sekitar selusin meteorit jatuh yang memiliki catatan seperti itu," urainya.[ito]
Artikel-artikel populer :
» daftar artikel |
Komet dan Asteroid: Ancaman dari Luar Angkasa?
Judhistira Aria Utama (Himpunan Astronom Amatir Bandung)
Saat
menjadi Presiden Amerika Serikat, mendiang Ronald Reagan pernah
menelurkan gagasan 'Space Wars' atau yang lebih dikenal sebagai 'Perang
Bintang'. Kala itu sang presiden menggagas dikembangkannya senjata laser
di orbit Bumi untuk menangkal rudal-rudal antarbenua milik musuh. Kini
pertanyaannya adalah bagaimana bila musuh yang dimaksud bukan lagi
sesama manusia, melainkan benda-benda pembunuh dari luar angkasa semisal
komet atau asteroid? Padahal, ada asteroid yang mendekat Bumi pada 29
September nanti.
Masih
ingat dengan Deep Impact? Film fiksi ilmiah produksi Hollywood ini
berhasil mendulang kesuksesan dengan mengangkat tema yang sama dengan
yang telah terjadi di Tunguska, Siberia, pada 1908 silam. Dalam film
tersebut digambarkan planet Bumi menghadapi ancaman tumbukan dengan
sebuah komet yang ditemukan secara tak sengaja oleh seorang remaja
anggota klub astronomi. Demikian pula dengan film sejenis, Armageddon,
yang meramu ketegangan dan semangat patriotik para cendekiawan urakan
untuk menyelamatkan Bumi dari kehancuran akibat "bertemu muka" dengan
asteroid raksasa dengan menjadi prajurit antariksa.
Realistiskah
gambaran tentang kehancuran Bumi akibat penetrasi benda asing dari luar
angkasa? Berapa besar kebolehjadian peristiwa seperti itu? Di sisi
lain, bila peristiwa seperti itu benar dapat terjadi pada suatu saat di
masa depan, apakah peradaban manusia masih akan eksis di muka Bumi
ataukah sudah mampu bermigrasi ke sistem keplanetan lain sebelum
terlambat?
Sejarah penemuan asteroid
Penemuan
asteroid yang pertama terjadi lebih dari dua abad yang lalu, yaitu pada
tahun 1801, oleh Piazzi seorang astronom Italia. Asteroid temuannya
yang diberi nama Ceres, pada awalnya diduga sebagai planet yang hilang
sebagaimana diramalkan oleh hukum Titius-Bode. Benda angkasa tersebut
hingga kini memegang rekor sebagai asteroid terbesar di Tata Surya
dengan taksiran garis tengah lebih dari 900 kilometer.
Asteroid
terbentuk dari material yang menjadi saksi bisu dari proses
terbentuknya Tata Surya sekitar empat setengah miliar tahun yang lalu di
bawah pengaruh interaksi gravitasi. Sebagian besar populasi asteroid
dijumpai berada di antara orbit planet Mars dan Jupiter, daerah yang
dikenal sebagai Sabuk Utama (Main Belt). Selain asteroid yang mendiami
daerah Sabuk Utama, ada pula kelompok asteroid dengan orbit yang
berbeda, seperti kelompok Trojan dan kelompok asteroid AAA (Triple A Asteroids - Amor, Apollo, Aten).
Lain
halnya dengan komet. Benda langit yang oleh banyak kultur bangsa
diidentikkan dengan pertanda buruk ini berasal dari tepian Tata Surya.
Awan Oort yang berada jauh di luar orbit Pluto dipercaya sebagai tempat
pembiakannya. Seperti anggota Tata Surya lainnya, komet pun mengorbit
Matahari. Akibat gangguan gravitasi dari planet-planet raksasa di Tata
Surya, komet-komet tersebut dapat berubah orbitnya. Dari yang semula
berada di tepian Tata Surya menjadi bermukim di Tata Surya bagian dalam
menjadi komet berperiode pendek.
Trojan dan Triple A
Asteroid
kelompok Trojan yang berada di orbit yang sama dengan orbit Jupiter
merupakan fenomena tersendiri. Meskipun berada satu orbit dengan
Jupiter, asteroid Trojan tidak pernah tersapu oleh planet raksasa ini.
Satu kelompok berada di muka arah gerak Jupiter mengorbit Matahari dan
satu kelompok lainnya berada di belakangnya. Andai kita menempatkan
seorang pengamat di planet gas ini, akan tampak olehnya asteroid-
asteroid Trojan tersebut diam relatif terhadap Jupiter. Pada tahun 1772,
matematikawan Prancis bernama Joseph Lagrange telah menunjukkan bahwa
tiga benda yang mengorbit benda pusat dalam formasi segitiga sama sisi
akan memiliki orbit yang stabil. Karena garis hubung antara
Matahari-Jupiter dan kedua kelompok asteroid tersebut membentuk dua
formasi segitiga sama sisi, maka posisi 60 derajat di muka dan belakang
Jupiter dalam orbit adalah tempat yang stabil. Di dua tempat tersebut
tercapai yang disebut sebagai kemantapan gravitasi.
Lain
lagi karakteristik orbit yang dimiliki asteroid kelompok Amor, Apollo,
dan Aten. Menurut definisi, asteroid dan komet dengan jarak perihelion
(q), yaitu jarak terdekat obyek ke Matahari, yang kurang dari 1,3 AU (1
Astronomical Unit adalah jarak rata-rata Bumi- Matahari, sekitar 150
juta km) digolongkan sebagai NEO (Near-Earth Objects). Asteroid-
asteroid dalam kelompok Amor dicirikan dengan orbitnya yang memotong
orbit planet Mars (1,017 AU $<>
Di
samping itu, komet-komet anggota NEO yang memiliki periode orbit kurang
dari 200 tahun (komet-komet berperiode pendek) dikelompokkan tersendiri
sebagai NEC (Near- Earth Comets). Asteroid dan komet tersebut memiliki
orbit yang memungkinkan mereka berada dekat dengan Bumi. Anggota NEO
yang nyata-nyata memiliki orbit memotong orbit Bumi disebut sebagai ECO
(Earth-Crossing Objects). Hampir semua anggota NEO adalah asteroid
sehingga NEO pun lebih dikenal dengan istilah NEA (Near-Earth
Asteroids).
Menurut
astronom yang menggeluti bidang kajian Obyek Kecil Tata Surya, populasi
NEA dengan ukuran kecil ternyata lebih banyak daripada yang berukuran
besar. Terdapat sekitar 1000 buah NEA dengan garis tengah lebih besar
daripada 1 kilometer (yang terbesar berukuran kurang dari 25 kilometer)
dan mungkin mencapai satu juta buah untuk garis tengah lebih besar dari
50 m, yaitu batas ukuran untuk bisa menembus atmosfer Bumi tanpa habis
terbakar.
Kelompok PHA
Selain
kedua kelompok di atas, dikenal pula kelompok PHA (Potentially
Hazardous Asteroids) yang didefinisikan menurut kriteria tersendiri,
yaitu semua asteroid dengan jarak interseksi orbit dengan Bumi £ 0,05 AU
(sekitar 7.500.000 kilometer) dan magnitudo absolut (H) senilai 22
(setara dengan garis tengah obyek sekitar 150 meter). Artinya,
asteroid-asteroid yang tidak dapat mendekati Bumi minimal pada jarak
0,05 AU tersebut atau yang garis tengahnya kurang dari 150 meter tidak
akan dipertimbangkan sebagai kelompok PHA.
Benda-benda
langit "kecil" seperti asteroid dan komet tidak selamanya berada dalam
orbit yang stabil. Gangguan yang dialami saat mengorbit Matahari akibat
perjumpaan dekat dengan planet-planet, misalnya, dapat mengubah orbit
anggota Tata Surya tersebut. Contoh spektakuler untuk kasus tumbukan
antara dua benda langit adalah yang dialami planet Jupiter dengan komet
Shoemaker-Levy 9 pada tahun 1994 silam.
Dua
tahun sebelum terjadinya peristiwa tumbukan tersebut, komet
Shoemaker-Levy 9 yang mengorbit Jupiter sejak tahun 1970 melintasi titik
terdekatnya ke planet raksasa ini sejarak 43.000-50.000 kilometer.
Jarak tersebut lebih kecil daripada jarak aman yang diizinkan yang
disebut sebagai limit Roche, menurut nama matematikawan Prancis Edouard
Roche. Bila satelit alam atau bulan suatu planet berada pada jarak
tertentu dari planet induknya, gaya pasang- surut planet dapat
mengalahkan gaya gravitasi yang "mengikat" satelit atau bulan tersebut
tetap utuh. Sebagai akibatnya satelit tersebut akan mengalami
disintegrasi. Kejadian seperti inilah yang dialami komet Shoemaker-Levy
9; pecah berkeping-keping dan pecahan-pecahan tersebut menumbuk planet
induk satu persatu selama sepekan dalam bulan Juli 1994.
Melihat
potensi yang ditimbulkannya, tidak berlebihan bila keberadaan
benda-benda angkasa tersebut perlu senantiasa dipantau untuk memperoleh
informasi akurat tentang perubahan orbit yang dialaminya sehingga kita
pun dapat dengan lebih baik memprediksikan kebolehjadian pertemuan
dekatnya dengan Bumi dan lebih jauh lagi tindakan antisipasi bila akan
terjadi tumbukan di masa depan. Artinya, aksi Bruce Willis bersama
timnya dalam Armageddon yang sempat disinggung di awal tulisan ini
tidaklah terlalu mengada- ada. Asteroid Asclepius yang termasuk dalam
kelompok Apollo, pada tahun 1989 pernah mendekati Bumi hanya dalam jarak
800.000 kilometer saja atau sekitar dua kali jarak Bumi-Bulan.
Sejumlah
tim yang terdiri atas astronom dari seluruh dunia saat ini tengah
melakukan survei langit dengan kamera elektronik untuk menemukan NEO.
Beberapa program di antaranya adalah LINEAR (Lincoln Near-Earth Asteroid
Research) yang merupakan kerja sama angkatan udara Amerika Serikat dan
NASA, NEAT (Near-Earth Asteroid Tracking) yang dikembangkan oleh Jet
Propulsion Laboratory dengan pendanaan NASA, juga aktivitas-aktivitas
serupa di Prancis, Jepang, dan China. Program lainnya, SPACEGUARD
SURVEY, berkonsentrasi pada pencarian NEA bergaris tengah lebih dari 1
kilometer, ukuran yang cukup untuk menghasilkan bencana ekologi global
di Bumi.
Ada yang mendekat!
Pada
29 September 2004 yang akan datang, asteroid Toutatis akan berdekatan
dengan Bumi. Asteroid yang ditemukan pada 4 Januari 1989 oleh C Pollas
di Prancis ini akan berada sejarak 0,0104 AU atau empat kali jarak
Bumi-Bulan, jarak paling dekat ke Bumi dibandingkan dengan asteroid dan
komet mana pun yang dikenal di Tata Surya untuk kurun waktu hingga tahun
2060. Konsekuensi dari seringnya berdekatan dengan planet-planet di
Tata Surya adalah berkurangnya akurasi atas prediksi orbit benda-benda
angkasa tersebut dalam jangka waktu beberapa abad ke depan. Dalam hal
Toutatis, asteroid yang dikelompokkan ke dalam ECO (Earth-Crossing Objects) ini dikenal memiliki orbit paling chaos.
Dalam
teori Chaos kita mengenal "efek sayap kupu-kupu" yang menggambarkan
bagaimana sebuah gangguan kecil dapat menghasilkan kekacauan sistem
dalam skala luas. Bukan mustahil fenomena alam berskala kecil dapat
memberikan daya destruktif yang besar. Dalam lingkungan Tata Surya,
bukan hal yang mustahil pula bila gangguan kecil pada gerakan komet atau
asteroid yang berada dekat Bumi dapat menyimpangkan trayektori
benda-benda tersebut di luar batas-batas toleransi yang dapat
membahayakan kehidupan di planet ini. Ledakan besar setara dengan
kekuatan bom hidrogen modern dalam peristiwa Tunguska yang diduga
ditimbulkan oleh sebuah inti komet, pernah terjadi di Bumi tempat kita
tinggal. Belajar dari pengalaman masa lalu meskipun kebolehjadian
terjadinya peristiwa serupa masih kecil (bukan berarti tidak mungkin!),
kita berharap dapat memperbaiki sistem perlindungan Bumi demi
kelangsungan hidup umat manusia di dalamnya, sekarang dan masa depan.
Kendaraan Penghadang Asteroid Dikembangkan
Selasa, 1 September 2009 | 08:56 WIB
ESA/C Carreau
Foto-foto dari jarak lebih dekat akan mengungkap lebih jauh mengenai bentuk, umur, dan komposisi Asteroid Steins.
TERKAIT:
KOMPAS.com
- Setelah teknologi sukses membawa manusia menjelajahi angkasa, gagasan
baru pun dikembangkan. Sejumlah ilmuwan Inggris, bersama perusahaan
ruang angkasa Stevenage EADS Atrium, berencana membangun kendaraan
angkasa pencegat asteroid besar yang membahayakan Bumi.
Kendaraan atau ”traktor angkasa” itu dirancang membelokkan orbit asteroid yang berisiko menabrak Bumi. Kendaraan tersebut akan menghadang asteroid hingga jarak 48 meter dari sumber ancaman lalu mendorong batu angkasa ke arah lain. Menurut ahli, hal itu dimungkinkan dengan menggunakan kekuatan dari tenaga surya.
Alat tersebut idealnya diluncurkan 15 tahun mendatang sebelum terjadi tubrukan Bumi-asteroid, seperti yang selama ini diperkirakan. Menurut laporan Program Obyek di Dekat Bumi Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), terdapat 1.068 benda yang dikenali sebagai ”asteroid yang potensial berbahaya”, yang diperkirakan berada di angkasa. (GSA)
Kendaraan atau ”traktor angkasa” itu dirancang membelokkan orbit asteroid yang berisiko menabrak Bumi. Kendaraan tersebut akan menghadang asteroid hingga jarak 48 meter dari sumber ancaman lalu mendorong batu angkasa ke arah lain. Menurut ahli, hal itu dimungkinkan dengan menggunakan kekuatan dari tenaga surya.
Alat tersebut idealnya diluncurkan 15 tahun mendatang sebelum terjadi tubrukan Bumi-asteroid, seperti yang selama ini diperkirakan. Menurut laporan Program Obyek di Dekat Bumi Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), terdapat 1.068 benda yang dikenali sebagai ”asteroid yang potensial berbahaya”, yang diperkirakan berada di angkasa. (GSA)
0 komentar:
Post a Comment